November Wrap Up

There's a big possibility I would read less (novel specifically) in the months to come so let me treasure my November's wrap up for what it is: six books in total is not so bad compared to what I think would be my overall wrap up this month.


(I got a translated copy in exchange for an honest review, so I'm gonna write the review in Bahasa)
Painting Flowers bercerita tentang Laisa yang sudah menjalin hubungan belasan tahun dengan Rama, pacarnya sejak SMA. Menjadi seorang tulang punggung keluarga membuat Laisa tidak bisa melepas pekerjaannya untuk menjadi ibu rumah tangga sehingga dengan sangat terpaksa, Laisa harus merelakan Rama menikah dengan orang lain. Di tengah kesibukannya sebagai ketua tim marketing Jalan-jalan.com, Laisa harus menelan kegalauannya sendiri sembari berusaha menghidupi ibu dan adiknya di rumah. Setelah disakiti oleh Rama, Laisa pun sempat ragu saat cinta datang dalam bentuk dua laki-laki yang sangat bertolak belakang. Di saat pria yang satu dengan lantang menjanjikan komitmen, Laisa justru mendapati dirinya jatuh pada pria yang satunya.

Overall, saya rasa buku ini merupakan sebuah karya yang sangat bisa dinikmati. Dengan alur yang rapi dan gak tertebak, saya suka cara buku ini dieksekusi. Meski ada banyak kebetulan-kebetulan yang terjadi di sepanjang cerita, saya sendiri sih gak terlalu mempermasalahkan. Dua pria yang digalauin Laisa pun punya masa lalu kelam yang bikin saya tercengang waktu tahu dan untungnya, twist di bagian ini gak terasa seperti dipaksakan sehingga saya pun bisa merasa bersimpati untuk kedua orang itu. Endingnya pun saya suka karena penyelesaian konfliknya gak dibuat terburu-buru alias menyisakan ruang untuk sesuatu yang lebih besar di buku kedua.

(It's a local book so I'm gonna write the review in Bahasa)
Melanjutkan perjalanan Alex di linimasa Twitter, Twivortiare 2 mengangkat tema yang hampir sama: kehidupan sehari-hari Alex dan Beno di tengah kesibukan pekerjaan mereka dan usaha keduanya untuk memiliki seorang anak. Dibungkus dengan drama keluarga, kantor, dan pertemanan yang menghibur, buku ini gak melulu menampilkan format tweet untuk setiap ceritanya, tapi juga terkadang mengambil bentuk chat Whatsapp, Path, dan lainnya.

Secara keseluruhan, saya menikmati perjalanan hidup Alex dan Beno di Twivortiare 2. Ngebacain satu-satu cara Alex membalas cuitan followersnya di Twitter juga menurut saya menarik banget. Walaupun cukup banyak mixed reviews yang didapat buku ini di Goodreads, saya sendiri merasa ide buku ini unik dan karenanya Ika Natassa patut diapresiasi untuk keberhasilannya mengemas hal klise menjadi sesuatu yang berbeda.

(Please skip this part if you haven't read Serpent & Dove)
Following where we left off in the first installment, Blood & Honey starts with the runaway Lou and her little allies: Reid, Madame Labelle, Coco, Beau, and Ansel, in a hideout far away from the entire coven and kingdom. Seeking a way to outsmart Morgane in her lethal game, the gangs are forced to form dangerous allies in which loyalty is not guaranteed. In addition to the uncanny packs, Lou seems to get more absorbed into the shadowy side of magic where a part of herself slowly turns hazy and unfamiliar the more she uses her power.

In my opinion, Blood & Honey might not be as charming as Serpent & Dove, but it was still an enthralling sequel for me. It might be an unpopular opinion for all I know, but I'm glad that I chose to pick it up despite the mixed reviews on Goodreads. For a more satisfying reading experience though, I suggest that you flick through Serpent & Dove a little bit and get your lovely memory of it refreshed before diving into the sequel.

The Girl and The Ghost follows the story of the lonely Suraya whose mother always seems so distant ever since she was little. Luckily for her, Suraya's unknown grandmother left her a pelesit and so the loner and the ghost became friends. Everything gradually changes though when Suraya attends a new school a little far from home and befriends a new student named Jing there. Pink, the name Suraya once gave to the pelesit, is bothered by the existence of his master's new friend that he can't seem to suppress his dark side that is looming larger and larger over time.

Please note that this opinion came from a scaredy-cat: while I did enjoy the story of The Girl and The Ghost so much, I also noticed that this book might be a little too scary for young readers. The tortures and bullying were made kind of explicit, and even if they weren't totally gruesome, some scenes still managed to spook me.

(It's a local book so I'm gonna write the review in Bahasa)
Life Traveler, seperti sebuah buku perjalanan pada umumnya, menceritakan kisah perjalanan penulis berikut tips-tips yang sekiranya akan berguna untuk dijadikan referensi saat pembaca berniat untuk melakukan perjalanan dengan destinasi yang sama. Bercerita tentang perjalanannya menyusuri Indochina, sepenggal kisah di Cherokee, hingga beberapa negara di benua Eropa, buku ini berhasil menyisipkan interaksi penulis dengan orang-orang sekitarnya hingga menghasilkan sebuah kisah yang indah dalam kesederhanaannya.

Saya berkali-kali dibuat terpukau dengan kemampuan penulis menyambungkan suatu kejadian dengan kisah lain yang hampir serupa diikuti dengan nilai kehidupan yang menurut saya cukup dalam. Dengan menyinggung tema tentang pencarian jalan pulang, percakapan tak terencana dengan orang asing, dan pengalaman-pengalaman berbeda di kota yang juga berbeda, saya merasa judul yang disematkan untuk buku ini sangat tepat. Life Traveler gak hanya melulu soal jalan-jalan, tapi juga tentang menjelajahi hidup itu sendiri.

(I got a translated copy in exchange for an honest review, so I'm gonna write the review in Bahasa)
Bercerita tentang kecelakaan lalu lintas yang menimpa Renata Marinka dan temannya Sukma, Ketika Sukma Terjaga mengisahkan kehidupan yang harus dijalani Rena seusai koma dan mengalami amnesia. Dibantu Ramdan si ketua kelas, Rena berusaha mencari tahu kenapa teman-teman di sekolah sangat membencinya, kenapa keluarganya yang mulanya tampak harmonis mulai terasa aneh dan mencurigakan, lalu kenapa juga ada sesosok makhluk berjubah hitam dan bermata merah yang terus muncul dan menghantuinya. Semua misteri yang ada tampaknya bermuara pada satu nama yang sama, yang masih belum juga tersadar dari koma: Sukma, hingga suatu hari Rena menerima sebuah SMS berisi tautan jangandiklik.net.

Sedari awal, buku ini sudah dimulai dengan seru dan cukup menegangkan. Saya pribadi berhasil dibuat penasaran dengan masa lalu Rena yang sepertinya cukup kelam. Ketika setiap misteri yang ada mulai terungkap, saya malah semakin kepingin tahu lebih dalam lagi tentang masa lalu Rena dan Sukma. Di buku ini keduanya memang digambarkan seperti bumi dan langit: Rena yang tampak sempurna dengan kecantikan, kepintaran, dan kesupelannya, sedangkan Sukma yang lebih pendiam dan tidak dikenal orang kalau bukan karena teman sebangkunya Rena. Meski memang karakter utamanya tidak terlalu banyak, saya merasa konflik antar tokohnya sudah dapet banget. Saya bahkan ikut merasa tegang sewaktu konfliknya semakin memuncak.